Setelah menikmati keindahan perjalanan Gunung Kelimutu saya singgah dulu di Ende yang merupakan kota pancasila. Aku tiba di Ende pada siang hari ketika matahari berada tepat diatas kepala tapi tak mengurungkan niat untuk menjelajahi kota yang pernah jadi tempat pengasingan Putra Sang Fajar pada tahun 1934.
Sumber: dokumentasi pribadi
Sebelum memutuskan untuk mengelilingi kota aku mencari pengganjal perut terlebih dahulu karena cacing di dalam sudah tak bisa diajak berdamai lagi nampaknya. Setelah berjalan sebentar tak jauh dari bandara aku menemukan penjual salad buah yang sangat segar disantap ketika siang hari. Harganya 20.000 cukup untuk membuatku kekenyangan dan rasanya sangat enak, aku sarankan jika kamu ke Ende mencicipi salad buah ini.
Sumber: dokumentasi pribadi
Setelah selesai menghabiskan salad buah aku bergegas untuk mengelilingi Ende. Tempat pertama yang aku kunjungi adalah museum Bung Karno yang letaknya tak terlalu jauh dari Bandara sekitar 30 menit dengan berjalan kaki. Aku lebih memilih berjalan kaki karena udara disini masih sangat segar karena belum terlalu banyak kendaraan dan tak ada macet sama sekali.
Sebelum tiba di museum Bung Karno aku singgah sebentar untuk jajan di warung dan mengobrol dengan ibu warung sambil menikmati jajananku. Awalnya aku menanyakan ke arah mana lokasi museum Bung Karno dan sang ibu mengatakan bahwa lurus saja dek sudah dekat kok.
Sang ibu kemudian bercerita tentang Ende dan segala keunikannya, sang ibu rupanya pernah tinggal di Jakarta selama satu tahun tapi karena pusing melihat keadaan Jakarta akhirnya kembali lagi di Ende. Menurutnya di sini aku lebih bisa menikmati hidup mas dan lebih tenang. Toh untuk apa harga melimpah mas jika hidup tak bisa dinikmati dan tak tenang. Aku Cuma bisa mengangguk karena aku memang sangat setuju dengan pemikiran sang ibu.
baca juga: Bukit Peramun Belitung yang mempesona
Setelah ngobrol panjang lebar akhirnya aku pamit dan bergegas menuju tempat dimana Bung Karno pernah tinggal saat diasingkan Belanda. Akhirnya aku sampai juga di tempat Putra Sang Fajar pernah diasingkan. Kemudian aku masuk dan menikmati suasana dan membayangkan bagaimana Bung Karno dahulu tinggal disini pada tahun 14 Januari 1934 sampai 18 Oktober 1938.
Saat diasingkan pengawasan terhadap Bung Karno sangat ketat dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Setiap harinya juga Putra Sang Fajar harus melapor. Bung Karno sering menyapa masyarakat Ende dan sering menunjungi danau Kelimutu sehingga lahirlah naskah drama “Rahasia Kelimutu”
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Setelah memasuki pintu kita akan disambut dengan peralatan yang pernah digunakan saat Putra Sang Fajar tinggal disini. Beberapa peralatan masih bagus tapi ada juga yang sudah rapuh termakan usia. Di Indonesia sendiri barang kuno memang belum mendapat perawatan khusus. Harusnya barang tersebut dijaga suhu dan tingkat kelembapannya agar tak cepat rapuh termakan usia.
Sumber: dokumentasi pribadi
Terdapat lukisan yang dilukis sendiri oleh bung Karno untuk mengisi waktu ketika diasingkan. Disudut ruangan ada yang menarik perhatianku, disana terdapat surat keterangan kawin dan surat perjanjian cerai Soekarno dengan Inggit Garnasih.
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Menurutku situs Bung Karno secara umum terawat dengan baik, kebersihannya pun sangat terjaga. Ketika aku berbincang dengan orang yang menjaga juga memang situs ini sangat dijaga dan mendapatkan perhatian dari pemerintah Ende. Aku juga sempat bercincang dengan warga sekitar yang sangat bangga akan keberadaan situ ini
baca juga: tips ke Wae Rebo
Kemudian aku melanjutkan perjalanan ke taman renungan bung karno yang letaknya tak jauh dari situs rumah Bung Karno. Taman renungan ini merupakan tempat dimana Bung Karno sering duduk dan merenung. Pancasila juga lahir dari renungannya di Ende loh.
Sumber: dokumentasi pribadi
Terdapat pohon sukun yang menemani bung karno mengisi waktunya untuk merenung dan membaca tapi pohon sukun ini sudah bukan yang asli karena pohon sukun tersebut tumbang dan telah digantikan dengan yang baru pada 17 agustus 1981.
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Waktu semakin sore dan aku harus segera bergegas untuk ke pantai Mbuu. Sebelum ke pantai aku singgah sebentar ke hotel untuk mengambil barang dan tak lama kemudian dijemput oleh ojek yang bernama bang Anjas. Jarak dari hotel Ikhlas menuju pantai Mbuu sekitar 15 menit.
Ketika aku sampai matahari sudah akan pergi meninggalkan bumi bagian yang aku pijaki. Aku sangat menikmati deburan ombak dan suara burung yang seolah bersatu untuk menikmati pantai Mbuu.
Sumber: dokumentasi pribadi
Setelah puas menikmati Pantai Mbuu aku kemudian menikmati suasana malam Kota Pancasila. Sungguh indah kota ini di malam hari dengan segala kenangannya di masa lampau. Setelah puas menikmati Ende aku segera bergegas ke hotel untuk istirahat karena besok pesawatku jam 6.30 pagi.
Pukul 3.30 aku terbangun padahal alarm di hp masih berbunyi satu jam lagi tapi karena takut bablas aku segera bergegas untuk ke Bandara. Dari hotel Ikhlas aku berjalan menuju Bandara hanya 5 menit dan setelah sampai di Bandara ternyata Bandara masih tutup. Oh Men! Bandaranya masih tutup! HAHA
Setelah menunggu sekitar 20 menit akhirnya sudah ada petugas yang datang kemudian membuka Bandara. Ternyata pesawatnya tepat waktu dan aku bersiap kebali ke Jakarta dengan Transit terlebih dahulu di Tambolaka, Ende, dan Surabaya. Ah sangat berat rasanya meninggalkan Flores, pulau yang membuatku jatuh hati! Selamat tinggal Flores, sampai berjumpa kembali!